Di belakang setiap pria sukses berdiri seorang perempuan dan di belakang setiap pria hebat ada perempuan hebat. Meskipun sebenarnya wanita terbukti telah memiliki kemampuan sejak dulu, dalam sejarah modern isu pemberdayaan wanita baru menjadi fitur terkait pembangunan satu negara sejak dasawarsa 1990-an. Isu pemberdayaan perempuan juga selalu melekat dengan isu perlindungan anak. Indonesia dan Iran semakin meningkatkan kerjasama di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Karenanya, artikel singkat ini mengupas secara sederhana tentang dasar kerjasama tersebut, situasi/kondisi dan perkembangan isu tersebut serta rencana kerjasama selanjutnya.
Tahun 2020 telah menjadi tahun penuh tantangan akibat pandemi COVID-19, dan ini mengkibatkan penurunan drastis mata pencaharian secara umum, selain berdampak secara sosial ekonomi pada kelompok rentan termasuk perempuan dan anak-anak. Penyebaran pandemi COVID-19 bahkan dapat mengganggu kemajuan yang telah dicapai selama ini. Pandemi bahkan juga dapat mengakibatkan ketidaksetaraan, mengekspos kerentanan dalam sistem sosial, politik dan ekonomi yang pada gilirannya memperburuk situasi dan kondisi akibat pandemi tersebut.
Indonesia dan Iran sama-sama merupakan negara berkembang dengan sejarah panjang terkait peran perempuan. Sejak lama perempuan di kedua negara masing-masing secara nyata turut ‘mengangkat senjata’ melawan kekuatan penjajah. Saat ini, perempuan di kedua negara juga memegang posisi penting dan strategis di pemerintahan maupun organisasi lainnya. Menlu RI Retno Masurdi, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Menteri Pemberdayaan Perempuan/ Perlindungan Anak, ibu Bintang Puspayoga di pemerintahan Indonesia saat ini menjadi bukti hal tersebut sedangkan Wakil Presiden Iran Ibu Mesumeh Ebtekar juga menjadi contoh nyata di pihak Iran.
Atas persamaan di atas, kerjasama bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak secara konkrit telah dilaksanakan antara kedua negara. Pada Juli 2018, Indonesia dan Iran menandatangani MoU antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia dengan Wakil Presiden Urusan Perempuan dan Keluarga Republik Islam Iran. Berdasarkan MoU tersebut (yang diperbarui pada Juli 2020) Indonesia dan Iran terus melanjutkan kerjasama lebih jauh.
‘Lokakarya virtual bersama Iran-Indonesia terkait pemberdayaan perempuan melalui Teknologi Informasi Komunikasi/TIK dan perlindungan anak di ruang siber’ diselenggarakan oleh kedua negara pada 14-15 Oktober 2020 menyoroti tantangan, peluang, strategi, serta jalan keluar lain dalam memajukan pemberdayaan perempuan dan anak terutama di era pandemi COVID-19. Bagi Indonesia, kolaborasi ini didasarkan pada fakta bahwa negara Republik Islam Iran yang telah lama menjadi mitra pembangunan, negara demokrasi yang dinamis, dan anggota penting Organisasi Kerjasama Islam.
Investasi terbaik bagi suatu bangsa adalah pada sumber daya manusianya. Bagi Indonesia dengan jumlah penduduk perempuan yang hampir sama dengan laki-laki sebesar 49,8% pada tahun 2018 (Badan Pusat Statistik, 2019), berinvestasi pada perempuan berarti berinvestasi pada setengah dari sumber daya manusia yang dimiliki negara dan oleh karena itu potensi perempuan tidak boleh dianggap remeh. 99,99% usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), lebih dari 50% dimiliki dan dikelola oleh perempuan. Indonesia juga mengalami kemajuan dalam upaya peningkatan literasi digital oleh kaum perempuan untuk melindungi perempuan. Pada Juni 2020 tercatat sekitar 3 juta UMKM yang menggunakan transaksi online dan dilengkapi dengan e-commerce.
Terkait isu perlindungan anak dari kejahatan dunia maya (di Indonesia terdapat 175,4 juta pengguna internet atau 64% dari total populasi/Februari 2020) dengan jumlah anak-anak mencapai 79,6 juta atau sepertiga dari total penduduk Indonesia, maka Indonesia harus bersiap untuk memperkuat perlindungan bagi anak-anak dari kejahatan online/cyber seperti pornografi maupun konten eksploitatif lainnya.
Di sisi Iran, prospek hak-hak perempuan diperkuat oleh Presiden Iran Hassan Rouhani yang mengusulkan lebih banyak kesempatan bagi perempuan pada ‘jabatan manajerial’. Presiden Rouhani juga menegaskan bahwa semua pihak/gender akan diberi kesempatan yang sama. Terkait upaya perlindungan anak, pada 7 Juni 2020, the Guardian Council, badan yang bertanggung jawab untuk memastikan kesesuaian UU yang disahkan oleh parlemen Iran, telah menyetujui RUU terkait upaya “mendukung hak anak-anak dan remaja termasuk penerapan hukuman terhadap tindakan yang membahayakan keselamatan dan kesejahteraan anak, termasuk kerusakan fisik dan gangguan/hambatan ke akses pendidikan.
Untuk lebih meningkatkan kerjasama di atas, pihak Indonesia dan Iran berencana mengadakan diskusi virtual bertema ‘‘sharing best practices on the implementation of Child Friendly City in Indonesia’ pada bulan November 2020. Diskusi tersebut antara lain akan membahas tentang pelaksanaan pemenuhan hak partisipasi anak di Indonesia dan Iran, peran dan partisipasi anak dalam pembangunan, terutama dalam pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak, serta bagaimana pandemi COVID-19 saat ini mempengaruhi aktivitas anak.
Sebagai kesimpulan, kolaborasi Indonesia-Iran di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, dilihat dari kacamata yang lebih besar yaitu pada tingkat global, adalah penting karena masih adanya pandemi COVID-19 untuk beberapa waktu ke depan sehingga menuntut adanya kerjasama lebih lanjut, terlebih Indonesia dan Iran telah memiliki sejumlah kesamaan dalam isu tersebut. Seperti disebutkan di atas, tidak hanya ‘di balik setiap pria yang sukses berdiri seorang perempuan’, saat ini perempuan wanita justru semakin memainkan peran yang lebih signifikan di hampir semua aspek dan lapisan masyarakat.